20 Januari 2011

Haruskah NGELEM Jadi Tradisi Mereka??

Pagi itu, tiba-tiba aku disadarkan tentang barapa beruntungnya aku dan adik-adikku. Kami memiliki orang tua yang baik dan selalu berusaha menuruti permintaan anak-anak mereka yang kadang tidak masuk akal. Betapa Tuhan memberikan sebuah jalan yang amat baik bagi kami, pendidikan, rumah tinggal, fasilitas dan segalanya melalui orang tua kami.

Keretaku melintasi Stasiun Kebayoran ketika aku melihat beberapa bocah berusia adikku, 13-15 tahun sedang duduk diatas pondasi gorong-gorong dipinggiran rel. Mereka terlihat mengirup sesuatu ditangan mereka, beberapa bahkan sudah "teler" tertidur diatas pondasi.
"Itu mah anak-anak jalanan lagi nge-lem", kata seorang bapak menjelaskan kepada putrinya yang masih kecil.


Oh Tuhan, darimana saja aku? Selama ini aku hanya mendengar dan melihat dari berita. Dan ketika Kau tunjukkan rupanya padaku..betapa miris hatiku. Mereka seusia adikku, Risty. Tapi lihat adikku, sekarang ia sedang mengendarai motor Yamaha Soul kesekolahnya yang ber-AC, mengantongi uang saku yang bisa ia belikan makan siang dan tempat tidur empuk sudah menanti ketika ia pulang nanti. Terima kasih atas karunia-Mu.

Mereka, anak-anak itu, tanpa orang tua. Membawa ukulele dan kotak semir sepatu. Entah apakah mereka sudah sarapan pagi itu, hanya sekaleng lem "Aibon" ditangan mereka. Ngelem ternyata sudah sangat akrab untuk mereka yang hidup di jalanan. Dengan ngelem mereka bisa menahan lapar, meringankan penderitaan, menghilangkan persoalan dan membuat fikiran tenang. Dan juga bisa mendapatkan apa saja yang mereka idam-idamkan, tentunya dengan khayalan. Selain bisa berhalusinasi, ngelem juga dianggap sebagai trend atau keren bagi komunitas mereka. Karena apabila tidak ngelem mereka mengatakan tidak ""gaul"" bahkan ""pengecut"" kepada bagi mereka yang tidak ngelem.

Mereka ada yang duduk diam seperti seorang suhu yang sedang bersemedi, sementara yang lainnya sedang tertidur dengan posisi duduk, sebagian muka mereka pun mereka tutupi dengan baju. Terutama pada bagian hidung. Kedua tangan mereka yang masuk ke dalam kantong baju juga tampak memegangi sebuah "benda".

Dalam lem "Aibon" tersebut terdapat bahan-bahan yang bersifat menekan system susunan saraf pusat (SSP depresstant) yang sebanding dengan efek alcohol meskipun gejalanya berbeda. Umumnya efek akut bahan ini serupa dengan inhalasi ether atau mitrous oxyda (obat anastesi/bius umum) yang berupa euforia ringan, mabuk, pusing kepala tapi masih dapat mengontrol pendapatnya. Sesudah itu ia akan merasa sejahtera, waham besar dan waktu ""high"" ini ada yang melakukan tindakan antisocial dan tindakan impulsive dan agressif. Kalau ini berkelanjutan maka akan timbul gejala psikotik akut seperti delirium, eksitasi, disorientasi, waham yang lebih jelas, halusinasi dengan kesadaran berkabut, dan amnesia.


Bahkan sudah banyak sekali yang tewas akibat ngelem. (Astaghfirullah..)